Widget edited by super-bee

Minggu, 30 Maret 2014

Wawancara Bareng Anak Jalanan


Yogyakarta, Akhir tahun kemarin (31/12/2012) saya dan beberapa teman berlibur ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Kami berangkat dari Kota Solo sekitar Pukul 13.00 WIB dan sampai di Malioboro sekitar waktu sholat Asar. Tanpa diduga sebelumnya kami bertemu dengan seorang anak jalanan di dekat titik 0 Km Yogyakarta. Akhirnya kami mengajak anak tersebut yang ternyata bernama Bagus  untuk makan Nasi Kucing di dekat Monumen Serangan Umum 1 maret. Sambil makan-makan saya mengajak anak tersebut berbincang-bincang. Perbincangan tersebut antara lain: (sebenarnya bahasa yang di gunakan banyak menggunakan bahasa jawa)
A : Jadi kamu tinggal di sini ya Gus ?
B  : Iya mas, aku tinggal di sekitar malioboro
A  : la kamu aslinya dari mana ?
B  : aku dari purwokerto mas
A  ;  la wes pirang tahun neng kene ( sudah berapa tahun tinggal disini )
B : 2 Tahun mas ( ucap bocah polos yang kira-kira berumur 10 tahun ini )
A  : la mbien koe mrene numpak apa, gus ? ( dulu kamu kesini naik apa, gus )
B : “ numpak kereta mas ( Naik kereta mas )” . sambil meminta rokok pada teman saya
A : La kowe kabur dek omah pa ? ( kamu kabur dari rumah ya )
B : hehehe ( dia hanya tertawa kecil sambil sesekali mengeluarkan asap rokok dari mulut kecilnya)
A  :  kamu gak sekolah ?
B : nggak , mbien sekolah tekan kelas 3 tok ( dulu pernah sekolah , hanya sampai kelas 3 )
A : trus orang tuamu dimana ?
B : “nang ngumah mas” (  di rumah, mas ). Dia menjawab dengan logat banyumasan yang khas.


Setelah cukup lama berbincang-bincang, Akhirnya kamipun berinisiatif untuk membelikannya baju di sekitar Malioboro, namun saat sedang berjalan menuju toko baju si Bagus tiba-tiba berlari kearah Bank Indonesia dan kami tak berhasil mengejarnya. Ternyata dari arah berlawanan terlihat Satpol PP yang berjalan menuju arah kami. Rupanya Bagus takut dengan pasukan polisi yang katanya elit ini. Haripun menjelang malam dan kami tak menemukan anak jalanan tersebut lagi.
Ini hanyalah salah satu potret anak jalanan di negeri kita. Dia rela pergi dari kampung halamannya dan berjuang di kota yang keras . Jauh dari orang Tua, jauh dari bangku sekolah, dan jauh dari kata layak. Seharusnya pemerintah peduli dengan nasib anak-anak jalanan dan kaum terlantar lainnya, karena menurut pasal 34 ayat (1) UUD 1945 di sebutkan bahwa “ fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara “ namun kenyataannya mereka di asingkan oleh negara .


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar