RESUME BUKU
TEORI FIKSI ROBERT STANTON
BAGIAN I
Fiksi: Selayang Pandang
Tampaknya aneh mendengar pernyataan bahwa setiap orang
harus belajar membaca cerita. Fiksi populer yang
berusia 40 tahun akan terdengar kuno
dan sulit dipahami jika dibaca sekarang begitupun dengan fiksi populer zaman
sekarang jika dibaca 40
tahun yang akan datang akan terdengar
aneh karena fiksi populer dilandaskan pada karakter -karakter dan situasi
yang tidak lazim.Meski cerita yang dituturkan oleh fiksi serius mengandung
berbagai hal yang tidak lazim ( adu banteng ) atau selaras dengan sejarah (
pemberontak Irlandia ), fiksi jenis ini biasanya menyodorkan fakta-fakta dan isu-isu yang relevan pada
pembaca.Contohnya, kita melawankan fiksi ‘serius’ atau ‘bagus’ dengan fiksi
’populer’ atau ‘komersial’ termasuk diantaranya adalah novel-novel terlaris dan
cerita-cerita yang diterbitkan
melalui majalah-majalah
konsumsi massal seperti The Saturday Evening Post atau majalah-majalah petualangan,
fiksi-ilmiah, dan cerita-cerita detektif.
Fiksi serius dan
pembaca
fiksi
serius dapat memberikan kenikmatan dan memang begitu adanya Sebagian fiksi serius memerlukan
pembacaan dan ‘pembacaan kembali’; keduanya dilakukan dengan cermat dan
tepat.Kenikmatan dan pemahaman atas karya sastra dicerap sedikit demi sedikit. Maksud utama sebuah
karya fiksi serius adalah memungkinkan pembaca membayangkan sekaligus memahami
satu pengalaman manusia.
Tema
Tema
memberi kekuatan dan menegaskan kebersatuan kejadian-kejadian yang sedang
diceritakan sekaligus mengisahkan kehidupan dalam konteksnya yang paling umum.
Sarana–sarana sastra
konflik,
sudut pandang, simbolisme, ironi, dan sebagainya adalah sarana-sarana sastra yang dileburkan menjadi fakta dan tema oleh
sang pengarang. sarana sastra dapat dipandang sebagai macam
metode untuk meilih dan menyusun detail-detail
cerita. Detail-detail
tersebut nantinya akan membentuk berbagai pola yang mengemban tema.
Fiksi populer
Fiksi serius bermaksud menyajikan pengalaman
kemanusiaan melalui fakta-fakta,tema-tema,dan sarana-sarana kesastraan .
Bagaimana dengan fiksi populer ? sepertinya tidak berbeda,fiksi pupuler juga
bermaksud menyajikan pengalaman manusia. Elemen-elemen yang ada pada fiksi
populer seperti karakter-
karakter, situasi -situasi,
tema-tema , dan sarana-sarana
kesastraan selalu terstereotipekan.
Unik dan Universal
Setiap
orang adalah individu bagi siapapun yang mengenalnya.Setiap hubungan cinta
selalu bersifat unik bagi para pelakunya.Pengarang fiksi serius mengabil
kehidupan sebagai model.Dia lebih memilih berkisah tentang orang-orang tertentu dalam
keadaan-keadaan tertentu
ketimbang mengarang ‘kisah cinta’ atau ‘cerita perang yang tipikal’..Intinya
seorang pengarang fiksi harus menciptakan satu ‘tipe’ melalui seorang manusia.
BAGIAN II
Membaca Fiksi
Konsep-konsep
seperti ‘tema’, ‘simbolisme’, ‘konflik’, dan sebagainya dapat membantu pembaca
memahami sebuah cerita. Satu yang tidak dapat dilakukan adalah merekayasa
cerita agar cocok dengan konsep-konsep tertentu. tidak ada satu pun konsep atau
prinsip kesastraan yang dapat menggantikan peran pembaca (terutama yang penuh
penghayatan). Patut diakui bahwa pembacaan yang sembrono kerap muncul karena
beberapa pengarang melahirkan karya yang sulit dicerna.
Seorang pengarang fiksi serius yang
bagus adalah pribadi yang cerdas, peka, dan ahli dalam menjalankan profesinya
yang sulit. Karya-karyanya selalu membutuhkan dan menghendaki
perlakuan-perlakuan khusus. Pembaca sembrono, kesimpulan prematur, dan
penilaian yang terburu-buru hanya akan menjadikan nilainya berkurang.
Fakta – Fakta Cerita
Struktur
faktual bukanlah bagian terpisah dari sebuah cerita. Struktur faktual merupakan
salah satu aspek cerita yang disorot dari satu sudut pandang. Tidak seharusnya
menghakimi sebuah cerita dengan mengatasinya tidak realistis hanya karena
situasi – situasi karakter – karakter,dan latar – latarnya tidak ‘tipikal’ atau
tidak ‘seperti kebanyakan’.Realitas dijejali berbagai hal – hal aneh, sifat
‘umum’ hanyalah generalisasi saja.
Alur
Alur
merupakan rangkaian peristiwa – peristiwa dalam sebuah cerita.’Subplot’ atau
subplot (merupakan rangkaian peristiwa – peristiwa yang menjadi bagian dari
alur utama , namun memiliki ciri khas sendiri. Dua elemen dasar yang membangun
alur adalah ‘konflik’ dan ‘klimaks’.Klimaks adalah saat ketika konflik terasa sangat
intens sehingga ending tidak dapat dihindari lagi.
karakter,
alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini berfungsi
sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi
satu, semua elemen ini dinamakan ‘struktur faktual’ atau ‘tingkatan faktual’
cerita. Struktur factual adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang.
Singkatanya, seorang pembaca yang telah terbiasa dengan fiksi popular
berstereotipe sederhana akan merasakan kesulitan ketika membaca jenis fiksi
yang lebih rumit.
Karakter
Terma
‘karakter’ biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk
pada individu – individu yang muncul dalam cerita seperti ketika ada orang yang
bertanya; “Berapa karakter yang ada dalam cerita itu?”. Konteks kedua, karakter
merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan
prinsip moral dari individu – individu tersebut seperti yang tampak implisit
pada pertanyaan;” menurutmu,bagaimanakah karakter dalam cerita itu?” Dalam sebagian
besar cerita dapat ditemukan satu ‘karakter utama’ yaitu karakter yang terkait
dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita.
Latar
Latar
adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi
dengan peristiwa-peristiwa
yang sedang berlangsung.Latar dapat terwujud dekor seperti sebuah cafe diParis
, pegunungan di California , sebuah jalan buntu di sudut kota Dublin dan
sebagainya.Latar juga berwujud waktu-waktu
tertentu ( hari, bulan, dan tahun ), cuaca, atau satu periode sejarah.
Tema
Tema
merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’ dalam pengalaman manusia;
sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman yang begitu diingat. Oleh karena itu
tema merupakan peryataan generalisasi, akan sangat tidak tepat diterapkan untuk
cerita-cerita yang mengolah emosi karakter-karakternya. Tema merupakan elemen
yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita. Fungsi tema
telah sepenuhnya diketahui, namun identitas tema sendiri masih kabur dari
pandangan. Yang jelas, istilah tema sangat sulit didefinisikan. Tema dapat
diibaratkan ‘maksud’ dalam sebuah gurauan; setiap orang paham ‘maksud’ sebuah
gurauan, tetapi tetap mengalami kesulitan ketiak diminta untuk menjelaskan.
Satu hal yang perlu
dimengerti sarana-sarana sastra tidak turut mengemban tema tetapi mampu
menonjolkan dan menguaiakanya. Selain itu, sarana-sarana sastra juga dapat
mendukung interpretasi yang dibuat para kritisi.
Sarana-sarana sastra
Sarana-sarana sastra dapat
diartikan sebagai metode ( pengarang ) memilih dan menyusun detail cerita agar
tercapai pola-pola
yang bermakna.Sarana-sarana
paling signifikan di antara berbagai sarana yang kita kenal adalah karakter
utama, konflik utama, dan tema utama. Tiga sarana ini merupakan ‘kesatuan
organis’ cerita. Istilah ‘kesatuan organis’ berarti bahwa setiap bagian cerita
, bagaimanapun sifatnya-setiap
karakter, konflik, dan tema sampingan , setiap peristiwa, setiap pola-menjadi elemen penyusun
tiga hal di atas.
Judul
Kita
mengira bahwa judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga
keeduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketiak judul
mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu seperti dalam the
great Gatsby atau wuthering heights. Sebuah judul juga mempunyai tingkatan
makna. Banyak judul fiksi yang mengandung alusi (baik dari sastra atau bukan)
seperti the graphes of wrath (diambil dari the battle hymn the republic), the
sun also rises (diambil dari injil), dan tender is the night ( dari orde to a
nightingale karya keats).
Sudut Pandang
Terkadang
sudut pandang digambarkan melalui dua cara yaitu ‘subyektif’ dan ‘obyektif’. Dikatakan
subyektif ketika pengarang langsung menilai atau menafsirkan karakter seperti
yang dapat kita saksikan lewat Vanity Fair karya Thackeray; “Had there been some
kind gentle soul near a hand who could end and appreciate this silent generous
heart, who knows but that reign of Amelia might have been over, and that friend
Willia’s love might have flowed into a kinder channel?”
‘Capur
tangan pengarang’ ( biasanya disebut dengan istilah ini ) seperti pada kutipan
diatas sangat dihindari ketika sudut pandang bersifat obyektif.
Gaya dan Tone
Dalam
sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski dua orang
pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama hasil tulisan keduanya
bisa sangat berbeda. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang gaya kita harus
membaca banyak cerita dari berbagai pengarang. Disamping itu, kita hendaknya
membaca berbagai cerita dari seorang pengarang. Hasilnya kita akan mengetahui
karakteristik pengarang bersangkutan.
Simbolisme
Gagasan
emosi terkadang tampak nyata bagai fakta fisis padahal sejatinya, kedua hal
tersebut tidak dapat dilihat dan sulit dilukiskan. Salah satu cara untuk menapilkan
kedua hal tersebut agar tampak nyata adalah melalui ‘simbol’; simbol berwujud
detail-detail konkret dan
faktual dan meiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran
pembaca.
Dalam
fiksi, simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang asing-asing bergantung
pada bagaimana simbol bersangkutan
digunakan. Pertama, sebuah simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam
cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut; untuk dapat memahami Moby Dick
secara utuh, kita perlu tahu apa yang disimbolkan oleh paus putih. Dua, satu simbol
yang ditampilkan berulang-ulang kita akan beberapa elemen konstan dalam semesta
cerita; Dalam Moby Dick, warna putih diperlihatkan pada beberapa objek seperti
bekas luka Ahab, ayat-ayat,
cumi putih, ‘semprotan ajaib’, dan paus putih ( semua menyimbolkan apa yang
paling dibenci oleh Ahab ).
Ironi
Secara
umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan sesuatu berlawanan
dengan apa yang telah diduga sebelumnya. ’Ironi dramatis’ atau ironi alur dan
situasi biasanya muncul melalui kontras diametris antara penampilan dan
realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau
antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. ’Tone ironi’ atau ‘ironi
verbal’ digunakan untuk menyebut cara
berekspresi yang mengungkapkan makna cara berkebalikan.
BAGIAN III
CERPEN
Perbedaan
paling jelas dari novel dan cerpen tampak dari panjang-pendeknya. Lazimnya,
cerpen terdiri dari lima belas ribu kata atau sekitar lima puluhan halaman.
Novel tersingkat terdiri atas tiga puluh ribu kata atau seratus halaman.
Kadangkala kita mendengar opini yang mengatakan bahwa cerpen adalah novel yang
diperluas atau novel tak lebih sekadar cerpen yang diperpanjang. Penilaian
semacam ini didasarkan pada kriteria lain diluar ukuran panjang. Perbedaan
mendasar antara cerpen dengan novel telah berevolusi dan berkembang lebih dari
sekedar pernedaan ukuran. Satu yang
terpenting cerita pendek haruslah berbentuk ‘padat’.jumlah kata dalam cerpen lebih
sedikit ketimbang jumlah kata dalam novel. Setiap bab dalam novel menjelaskan
unsurnya satu demi satu.
BAGIAN IV
NOVEL
Istilah
‘episode’ dalam fiksi hampir mirip dengan ‘adegan’ dalam drama. Pergeseran dari
satu episode ke episode lain biasa ditandai oleh pergeseran waktu, tepat, atau
karakter -karakter.
Episode yang individual biasanya tidak terlalu sulit dibahas karena kita tidak
perlu kembali ke bab sebelumnya. Satu hal yang perlu diingat, kita harus
waspada terhadap tipe-
tipe episode dan penjajaran-penjajarannya
di dalam novel. Berikutnya, seorang pembaca harus sadar bagaimana setiap
episode dalam novel saling berhubungan. Sebagian besar bab dalam novel terdiri
atas satu sampai tiga episode. Agar novel lebih dipahami, perlu dibuat semacam
daftar yang menampung setiap peristiwa
pada tiap-tiap
bab (misalnya, “Pemilik bengkel yang tidak ramah; keluarga Wilson; kematian
kakek dan upacara penguburan, batuan keluarga Wilson: dua keluarga berkendara bersama-sama “ ) novel diatas
secarik kertas.
BAGIAN V
TIPE – TIPE FIKSI
Novel, cerpen,
dan novella merupakan kategorisasi
formal. Untuk para kritisi kategori-lategori tersebut akan sangat berguna
ketika mereka berusaha menjelaskan sebuah karya. Bagi para pembaca pengetahuan
ini akan sangat membantu, terutama ketika mereka berusaha mengenali maksud
utama sebuah karya sehingga yang besangkutan dapat memahami dan menikmatinya
Romantise dan Realisme
‘Romantisme’
dan ‘Realisme’ mungkin adalah dua terminologi yang paling sering digunakan dalam
studi kesastraan. Dua kata ini memiliki makna yang ambigu. Sebabnya, dua kata
ini dapat merujuk dua hal yang sama sekali berbeda yaitu teknik penulisan suatu
karya dan pandangan filosofis. Dari sudut pandang filsafat, romantis berarti menolak
yang monoton, bodoh, mapan, dan segala produk artifisial dunia modern.
Fiksi Gotik
Di
zaman sekarang, fiksi Gotik lebih sering disebut ‘cerita horor’. Pengarang
Gotik paling terkenal adalah Edgar Allan Poe, sedangkan karya Gotik yang
dianggap paling mumpuni adalah Frankeinstein karya Mary Shelley. Genre ini
banyak mengeksplorasi kematian, kebusukan ( dalam artinya yang paling harfiah
), benda atau keadaan menjijikan, dan segala yang supranatural. Sarana-sarana yang paling
dieksplorasi dala fiksi Gotik adalah akan, hantu, mayat, rumah hantu, suara-suara aneh, pintu
rahasia, dan adegan tengah malam.
Naturalisme
Salah
satu bentuk realisme yang masyur pada akhir abab ke-19 adalah naturalism. Para
pengarang naturalis percaya bahwa akurasi sains dapat diterapkan pada fiksi.
Misalnya, ada beberapa karakter ditempatkan dalam kondisi eksperimental
tertentu. Pengarang natualis acap dituduh sebagai individu yang menuliskan
fiksi nonselektif. Seorang naturalis adalah seoang pengarang objektif, seorang
yang tidak akan membiarkan moralitas mendektenya, kriteria kedua natualisme
adalah determenistik. Naturalisme percaya bahwa perilaku manusia digerakan oleh
kekuatan psikologis, fisiologis, ekonomi, dan social, dengan demikian, tidak
ada satu individu pun yang memegang kendali atas hidupnya. Objektifitas pikiran
pengarang naturalis kemungkinan besar disebabkan rasa kecewa itu. Cara paling
mengejutkan untuk menunjukan ketiadaan harapan dan berbagai kemorosotan yang
terjadi adalah dengan menggambarkan objek-objek secara mendetail.
Fiksi Proletarian
Fiksi
proletar berusaha memotret ketidakadilan ( yang berlangsung sementara ) secara
lebih spesifik. Fiksi-fiksi
ini tampak seperti sedang meralat sejarah dan menawarkan suatu solusi atas
ketidakadilan yang sedang berlangsung ( solusi yang paling kerap muncul
berwujud sosialisme ). Oleh karena itu, fiksi proletarian tidak mewarisi
karakter deterministik dan pesimistik milik naturalisme.
Novel Dedaktis
Novel
dedaktis percaya bahwa perilaku sosial atau ‘pekerti’ dapat diandalkan ,
penting, dan menjadi sandaran bagi setiap karakternya. Novel dedaktis menggunakan
panduan tersebut untuk menelisik hubungan antar individu, kelas-kelas sosial, dan masyarakat. Oleh karena pekerti paling kerap muncul
melalui percakapan, novel dedaktis memperlakukan percakapan selayaknya seni
atau permainan dengan teknik tinggi.Setiap karakter menelaah integritas,
kedalaman jiwa, simpati, kecerdesan, kemunafikan, kedangkalan, ketidakacuhan,
dan ketololan karakter lain lewat percakapan yang sedang belangsung.
Alegori dan Sibolise
Alegori
berbeda sifat dengan realism karena acap mengetenhkan peistiwa-peristiwa yang
tidak mungkin terjadi. Alegori adalah pengertian implicit tentang politik,
agama, moralitas, atau topic-topik lain yang telah didramatisasi sedemikian
rupa. Walaupun peyataan semacam ini kerap dijadikan karya-karya nonalegoris,
alegori tetap memilki karakter kusus. Alegori dan simbolisme tidak pernah dapat
benar-benar dibedakan (dalam konteks keduanya sebagai genre fiksi dan bukan
pianti kesastraan). Dalam alegori selalu terdapat hubungan satu lawan satu
antar tokoh-tokoh tertentu dengan maknanya atau dengan kata lain, setiaap tokoh
dalam alegori mengacu pada makananya sendiri-sendiri. Dalam simbolisme, setiap
tokoh simbolis selalu bermakna ambigu dan kompleks, maknanya tidak dapat
dipastikan satu lawan satu seperti dikatakan dalam alegori.
Satir
Satir
adalah karikatur versi sastra karena cenderung melebih-lebihkan , cerdas,
sekaligus ironis.Satir mengekspos absurditas manusia atau institusi, membongkar
kesenjangan antara topeng dan wajah sebenarnya. Walau begitu, ekspresionisme
kerap digunakan pada episode-episode
( yang menggabarkan mimpi atau alam bawah sadar ) tertentu dalam novel.
Fiksi
Ilmiah dan Utopis
Bentuk sederhana fiksi ilmiah dapat
kita saksikan pada ‘opera angkasa luar’ sebuah petualangan luar angkasa yang
pengetahuan direpresikan lewat pesawat bermesin roket, senjata sinar, dan
monster-monster penghuni planet lain. Pada satu sisi, fiksi ilmiah sangat mirip
dengan cerita dedektif. Bedanya, fiksi ilmiah cenderung berada pada angkatan
yang lebih tinggi. Bentuk lain yang memiliki berkaitan dengan fiksi ilmiah
adalah fiksi utopis. Novel utopis menggambarkan sebuah masayarakat yang menjadi
proyeksi idealism politis dan ekonomis sang pengarang didunia nyata.
Ekspresionisme
Dalam
sastra, ekspresionisme dianggap sebagai teknik untuk mengomentari masyarakat
atau mengesplorasi jiwa. Pemikiran atau perasaan setiap tokoh atau makna dari
setiap situasi ditampilkan seolah-olah mimpi dan berwujud symbol-simbol
menyeramkan sehingga sedkit sekali kadar kemiripanya dengan dunia nyata..
Fiksi Psikologis : Arus
Kesadaran
Fiksi
psikologis adalah salah satu aliran sastra yang berusaha mengeksplorasi pikiran
sang tokoh utama, terutama pada bagiannya yang terdalam yaitu alam bawah sadar.
Fiksi psikologis sering mengunakan teknik bernama ‘arus kesadaran’. Istilah ini
ditemukan oleh William James pada tahun 1890 dan digunakan untuk menggabarkan
kepingan-kepingan impresi, gagasan
, kenangan, dan sensasi yang membetuk kesadaran manusia.
Fiksi Otobiografis (
Bildungsroan )
Fiksi
otobiografis berbeda dengan otobiografi karena sifatnya yang fiktif ( sebagai
fiksi, fiksi otobiografis meiliki alur, konflik utama, dan sebagainya ).
Pengarang novel otobiografis bebas memanipulasi fakta ( tokoh yang dijadikan
novel biasanya disamarkan paling tidak namanya ) sehingga dapat menekan tema
yang dipandang utama dalam proses kedewasaannya. Topik yang menjadi bahasan
novel ini terpusat pada persoalan kedewasaan si tokoh utama, baik kedewasaan
intelektual, moral, spiritual, maupun artistik.
Fiksi Episodis dan
Pikaresk
Episodis
dan pikaresk merupakan terminologi srtuktural yang hanya diperuntukan bagi
novel. Alur dalam novel episodis disusun dalam episode yang berbeda. Setiap
novel ini melengkapi dirinya sendiri, terangkai oleh satu atau beberapa tokoh. Suatu subkelas yang tidak dapat dilupakan
dalam episodis adalah ‘novel pikaresk’. Istilah ini diadobsi dari satu kata
dalam bahasa spanyol yaitu picaro
atau handit. Istilah ini relevan karena novel pikaresk acap bercerita soal
pengembaraan dan petualangan seorang bandit. Saat ini, istilah novel pikaresk
biasa disandangkan pada novel episodis dengan hero berkarakter cerdik dan
berasl dari kelas social rendah.
Fiksi Eksistensialis
Fiksi
eksistensialis dipandang sebagai fiksi pengusung persoalan-persoalan yang menjadi
bahasan filsafat eksistensialise. Gagasan utama dalam filsafat ini tersampaikan
lewat ungkapan yang berbunyi “Eksistensi mendahului esensi”. Artinya, manusia
dihadapkan pada fakta fisis yang buram dan mengada dalam ruang dan waktu secara
bersamaan (eksistensi ). Fiksi eksistensialis memperluas topik bahasanya pada
keterisolasian, ketidakjelasan identitas, dan kegagalan individu dalam membangun hubungan interpersonal yang memuaskan
dan keburaman dan absurditas dunianya.
BAGIAN VI
Menulis Makalah Kritik
Sastra
Bayangkan
ketika suatu saat ada dosen yang berkata “tulis makalah kritik sastra.
Kira-kira seribu lima ratus kata”. Anda
dapat membahas beberapa karyanya sebagai sutu kesatuan; missalnya menemukan
beberapa prinsip kesatuan dalam satu kumpulan cerpen. Anda dapat membandingkan
dua karya dari dua pengarang yang berbeda terkait teknik atau tema yang
menonjol didalam tema karya yang bersangkutan. Pilihan yang akan diambil
bergantung sepenuhnya kepada anda. Bila ingin menulis beberapa karya maka
sebaliknya anda berkonsultasi kepada dosen penanggung jawab. Bentuk tugas
semacam ini biasanya akan mengesampingkan tiga hal yaitu (1) apresiasi, (2)
ulasan, (3) makalah kepustakaan.
Alur
Ada perbedaan satu alur dengan alur
lain dan bagaimanakah strukturnya? Huckleberry
tone beralur episodis dan setiap episode didalam alur semacam ini biasanya
lebih rekat satu sama lain. Tone pada bagian pertama dan ketiga lebih ringan
ketimbang bagian dua (benturan bagian pertama dan ketiga sudah diuraikan
diatas). Apakah ada kesenjangan-kesenjangan lain diantara tiga bagian tersebut?
Apakah pengelompokan seperti diatas sudah tepat? Anda pun dapat satu episode
saja seperti; mengapa episode Wilks ditulis sedemikian panjang?.
Latar
Anda
dapat menemukan sebuah topic hanya dengan merunut setiap kalimat yang
menggambarkan setiap sungai Mississipi. Selain itu, latar daratan novel ini
juga sangat beragam dan menarik. Dalam novel ini, sungai tampak cenderung
menghindari ancaman dari daratan.
Karakter
Anda dapat mengamati cirri-ciri
karakter, perkembanganya, sikap-sikapnya terhadap karakter-karakter lain, atau
efek sikap-sikap tersebut pada mereka (begitupun sebaliknya). Semua kriteria
diatas dapat dengan mudah diterapkan
dengan Huck. Terkait hal ini, hubungan antara Huck dengan Jim dan Tom juga
cukup menarik. Jim adalah seorang karakter yang memiliki daya tari tersendiri.
Sebagian besar pembaca pasti sepakat bahwa ia berkarakter mulia bahkan seorang kritik pernah
menyamakanya dengan malaikat.
Tema
Setiap objek (apalagi yang termaktub
dilebih dari satu tempat karya bersangkutan) dapat dijadikan tempat yang
potensial unutk karya tulis setidaknya untuk satu makalah pendek. Beberapa tema
dari semua yang disebut diatas, misalnya kemunafikan, cenderung tumpang tindih
dengan tema-tema lain dengan demikian akan sempurna untuk bahan penulisan
makalah yang lebih panjang.
Sudut Pandang
Sudut pandang dalam Huckleberry Finn
amat mudah ditentukan karena keseluruhan novel dinarasikan oleh Huck.
Sifat-sifat Huck yang mana sajakah yang berpengaruh terhadap pandanganya?. Apa
dampak penggunaan sudut pandang semacam
ini bagi keseluruhan novel?. Yang jelas, pandangan Huck terhadap suatu tidaklah
sepenuhnya benar karena ia kerap sekali sebuah pikiran.
Simbolisme
Sebagaimana telah disebutkan, sungai
dan daratan dapat dianggap symbol. Apakah julukan-julukan seperti Arab gila
(the sick arab jim). Raja Tiada (The
Royal Nonesuch King) dan beberapa nama alias Huck membentuk pola-pola
tertentu?.
Gaya
Seorang pembaca pemula mencerca
sebuah karya fiksi dengan menyebutnya terlalu sulit, terlalu membosankan,
terlalu amoral. Kriteria seperti sulit, membosankan dan amoral bisa jadi
kriteria-kriteria yang valid, tetapi lebih sering bukan. Apakah yang dimaksud
amoral? Banyak pembaca menilai karya sastra dengan standart moral (dengan
standar moral yang lebih sederhana dibanding standar moral dalam hidup).
Biasanya, sebutan amoral dituduhkan karena cerita bersangkutan dapat berdampak
buruk terhadap pribadi-pribadi abnormal atau belum dewasa. Bagi bagian seorang,
cerita amoral ini tidak layak dibaca oleh subjek-subjek yang belum atau tidak
siap.